loading...
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN HUKUM PERDATA
Ahli Artikel hadir kembali dan memberikan suatu artikel yang berjudul Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Perdata. Bagi kalian yang kuliah jurusan administrasi dan hukum, artikel kali ini sangat cocok sebagai bahan dalam menambah wawasan kalian. Nah, untuk itu, langsung saja yuks kita baca sampai habis artikel yang berjudul Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Perdata di bawah ini.
Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Perdata
Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Perdata| Di dalam meninjau hubungan antara hukum administrasi Negara dengan hukum perdata, yang pertama-tama harus kita perhatikan adalah ajaran Scholten.
Menurut Scholten, hukum yang dapat dibedakan dari hukum perdata sebagai hukum yang bersifat berdiri sendiri hanyalah hukum tentang organisasi masyarakat, dengan kata lain, hukum konstitusional. Akan tetapi, sepanjang hukum publik tidak mengadakan aturan lain, maka hukum perdata akan berlaku sebagai “Hukum umum atau hukum rakyat”. Jadi, menurut pendapat ini, hukum administrasi Negara adalah hukum pengecualian dan karenanya harus ditafsirkan sebagai demikian juga. Inti ajaran yang sebenarnya, adalah bahwa pada pokoknya Negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan bentuk hukum perdata, seperti perkumpulan atau perseroan. Sebuah perjanjian jual beli atau sewa-menyewa, yang dilakukan oleh Negara, harus dipertimbangkan dalam rangka aturan hukum umum bagi setiap orang.
Sebaliknya, hukum administrasi Negara adalah mengenai pelaksanaan tugas Pemerintah oleh subjek hukum yang disebutkan dengan tegas. Artinya, subjek hukum tersebut menjalankan wewenangnya yang tidak ada di setiap tangan warga Negara yang biasa. Oleh karena itulah, hukum administrasi Negara disebut hukum pengecualian. Akan tetapi, dalam bidang tempat berlakunya hukum administrasi Negara, hukum perdata tidak memiliki kaitan sama sekali.
Dilaksanakannya peraturan menurut hukum publik bukanlah bukti bahwa hukum publik lebih kuat daripada hukum perdata (Dikemukakan oleh Suyling), tetapi hal ini disebabkan karena suatu undang-undang khusus didahulukan di atas undang-undang umum.
Sebagai contoh, Suyling mengemukakan beberapa peraturan, yang menjadi dasar bagi hak pemerintah untuk menjalankan keputusan hakim dalam perkara tunggakan pajak, dan untuk menyelesaikan perkara kadaluwarsa utang, Akan tetapi, pengecualian dari peraturan umum semacam itu bisa juga ditetapkan oleh peraturan hukum perdata. Contohnya adalah hak komisaris untuk melaksanakan putusan hakim (Pasal 81 Wetboek van Strafrecht), dan pasal 80 Comptabiliteitswet, yang secara menyimpang mengatur perkara kadaluwarsa penagihan kepada Negara, tanpa mengingat sifat atau asal perjanjian.
Dalam pendapat Suyling, bahwa peraturan hukum publik “lebih kuat” dapat “mengatasi” hukum perdata, sebenarnya tersimpul pula pendapat Scholten, yang (oleh Suyling sendiri) dibantah dengan penuh keyakinan. Scholten mengatakan, bahwa apabila hukum publik dan hukum perdata masing-masing merupakan “dunia tersendiri”, sehingga kedua hukum tersebut tidak dapat dijadikan yang pertama (yang paling benar), maka tidak bisa dikatakan bahwa yang satu “mengatasi” yang lain. Suatu kaidah, yang tidak berlaku dalam lingkungan hukum publik, tidak dapat dan tidak perlu diberlakukan. Karena, hubungan antara hukum administrasi Negara dengan hukum perdata harus dilihat dengan cara berikut: kedua-duanya mempunyai kekuatan yang sama, padahal pada pokoknya terpisah.
Sebuah kaidah hukum administrasi Negara, kadang-kadang memperoleh pengakuan dalam perundangan, justru karena bila dilanggar tidak akan membawa akibat bagi hukum sipil. Contoh yang terbaik mengenai hal ini adalah, peraturan yang dikenal perihal larangan memiliki tanah bangsa Indonesia. Dalam Staatsblad 1875 No. 179 hanya diterangkan, bahwa “hak mengusahakan tanah” tidak boleh dijual oleh bangsa Indonesia kepada bukan bangsa Indonesia, dan karenanya semua perjanjian jual beli tanah tersebut dianggap tidak sah.
Sehubungan dengan itu, orang akan mengira, bahwa peraturan ini menunjuk pada hukum perdata. Padahal tidak. Karena, Pemerintah merasa memiliki kewajiban untuk mengembalikan akibat dari perjanjian yang tidak sah tadi. Bahkan Pemerintah menafsirkannya sebagai suatu tindakan semena-mena yang melepas hak milik untuk keperluan Negara, dengan maksud agar supaya orang yang bukan bangsa Indonesia yang telah mengadakan perjanjian jual-beli dapat dituntut, karena telah mengusahakan secara tidak sah tanah Negara yang telah bebas.
Gimana sahabat pembaca? Semoga artikel yang berjudul Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Perdata bisa memberikan manfaat kepada para pembaca setia semuanya.
SELAMAT BELAJAR. . .
SUMBER ARTIKEL HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN HUKUM PERDATA:
- BUKU PENGANTAR ILMU HUKUM ADMINISTRASI NEGARA - Mr. W. F PRINS - R. KOSIM ADISAPOETRA - PRADNYA PARAMITA - JAKARTA - 1983
Gambar tentang Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Perdata |
loading...