loading...
SEJARAH KUHAP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA)
Nah, sekarang giliran artikel yang berjudul Sejarah KUHAP yang akan di bagikan oleh Ahli Artikel. Tentu saja sebagai warga Negara Indonesia yang taat hukum, ada baiknya jika kita mengetahui bagaimana sejarah KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana) yang berlaku di Indonesia. Nah untuk itu, mari kita pelajari bersama-sama artikel yang berjudul Sejarah KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) di bawah ini.
Sejarah KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)
Sejarah KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)| Pada zaman penjajahan Belanda, kita mengenal berbagai macam hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia (R. Soesilo: 1982), yaitu:
1. Reglement op de rechterlijke organisatie (Reglemen organisasi kehakiman) S 1848-57, yang memuat ketetapan-ketetapan tentang organisasi dan peraturan kehakiman.
2. Reglement op de strafvordering (Reglemen hukum acara pidana) S 1849-63 yang memuat hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropa dan yang disamakan dengan mereka.
3. Landgerechtsreglement (Reglemen hakim kepolisian) S 1914-317 yang memuat hukum acara di muka hakim kepolisian yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara kecil untuk seluruh golongan penduduk.
4. Inlandsch Reglement (Reglemen bumi putera) yang biasa disingkat dengan IR S 1848-16, memuat hukum acara perdata dan hukum acara pidana di hadapan pengadilan “Landraad”, bagi golongan penduduk Indonesia dan Timur Asing, hanya berlaku di wilayah Jawa dan Madura. Untuk wilayah di luar Jawa dan Madura, yang berlaku adalah “Rechtsreglement voor de Buitengewesten” S 1927-227. Inlandsch Reglement itu kemudian dengan S 1941-44 diperbaharui sehingga berubah menjadi “Herziene Inlandsch Reglement” (HIR) yang diperbaharui atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB).
Pada zaman Jepang, untuk seluruh golongan penduduk kecuali bangsa Jepang itu sendiri, hanya terdapat dua pengadilan yaitu “Tie Hooin” dan “Keizai Hooin” yang merupakan lanjutan dari pengadilan zaman Belanda “Landraad” dan “Landgerecht”, dan sebagai hukum acaranya dipergunakan HIR dan Landgerecht Reglement. Di zaman merdeka, berdasarkan aturan peralihan, yang berlaku tetaplah HIR dan Landgerechts Reglement. Kemudian setelah ke luar undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan dalam susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil di Indonesia, pada pasal 6 undang-undang tersebut menetapkan bahwa untuk seluruh Indonesia, hukum acara pidana pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HIR dipakai sebagai pedoman. Untuk mencapai kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24 Undang-undang Dasar 1945 maka dibuatlah Undang-undang No.19 Tahun 1964 yang kemudian diganti dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1970, tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
Pada pasal 12 undang-undang tersebut menegaskan bahwa hukum acara pidana harus dibuat dalam undang-undang tersendiri. Dengan Amanat Presiden tanggal 12 September 1979 No. 06/P/U/IX/1979, maka disampaikan RUU hukum acara pidana kepada DPR RI untuk dirembukkan dalam sidang DPR RI guna mendapatkan persetujuannya.
Pada tanggal 9 Oktober 1979 dalam pembicaraan tingkat II, menteri kehakiman menyampaikan keterangan pemerintah tentang RUU hukum acara pidana dalam suatu sidang Paripurna DPR RI. Pembicaraan Tingkat III dilakukan dalam sidang komisi diputuskan oleh badan musyawarah DPR RI bahwa, pembicaraan tingkat III Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana dilakukan oleh gabungan komisi III dan Komisi I DPR RI. Sidang gabungan (SIGAB) komisi III dan komisi I DPR RI bersama pemerintah mulai membicarakan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana pada tanggal 24 November 1979 hingga tanggal 22 Mei 1980 di gedung DPR RI Senayan di Jakarta.
Dalam jangka waktu tersebut, sidang gabungan, menghasilkan putusan penting yang dikenal dengan sebutan “13 kesepakatan Pendapat”, yang isinya mengandung materi pokok yang akan dituangkan dalam pasal-pasal RUU hukum acara pidana. Untuk membicarakan dan merumuskan masalah rancangan undang-undang hukum acara pidana lebih lanjut, dibentuklah tim sinkronisasi yang diberi mandate penuh oleh SIGAB. Setelah melakukan tugasnya kurang lebih selama 2 tahun, tim sinkronisasi berhasil menyelesaikan tugasnya, yaitu pada tanggal 9 September 1981. RUU hukum acara pidana tersebut disetujui oleh Sigab DPR RI.
Akhirnya pada tanggal 23 September 1981, setelah disampaikannnya pendapat DPR RI dalam sidang paripurna, maka RUU Hukum acara pidana disetujui oleh DPR untuk disahkan oleh presiden menjadi undang-undang. Pada tanggal 31 Desember 1981, presiden telah mengesahkan RUU tersebut sehingga menjadi undang-undang No. 8 Tahun 1981 (LN No.76 TLN No. 3209).
Itulah tadi serangkaian penjelasan artikel yang berjudul Sejarah KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Semoga bisa menambah wawasan para pembaca semua.
SELAMAT BELAJAR. . . .
SUMBER ARTIKEL SEJARAH KUHAP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA)
- BUKU INTISARI HUKUM PIDANA - Mustafa Abdullah, S.H. - Ruben Achmad, S.H. - GHALIA INDONESIA - 1983
loading...